- Home
- Era Disrupsi
Sejak akhir tahun 2017 lalu, berlaku sebuah aturan bahwa pembayaran jasa pengguna jalan tol sudah beralih dari pembayaran menggunakan uang cash menjadi pembayaran dengan menggunakan digital e money.
Anda bisa bayangkan, kecanggihan era digital saat ini menjadikan bisnis Marga Mandala Sakti mendadak bisa punya “bank” dalam waktu “semalam”, hitungan kasar saja, misal pengguna jalan tol ada satu juta orang, masing – masing top up saldo e money Rp.100.000 saja, maka “bank” Marga Mandala Sakti punya liquid cash 100 Milyar.
Dunia berubah, aturan uang pun berubah. Kalau dulu sebuah bank sebagai lembaga keuangan harus “bersusah payah” mencari nasabah untuk punya uang, tapi hari ini kita melihat sebuah fenomena yang sudah berubah.
Berbekal sebuah platform digital, sebuah startup bisnis bisa menghasilkan putaran uang yang sangat besar sebut saja misalnya startup unicorn seperti Go-Jek, BukaLapak, Tokopedia yang valuasi asetnya mencapai angka 14 T dalam waktu yang relatif cepat untuk sebuah bisnis rintisan.
Tagline bank bukan lagi mengajak masyarakat untuk berlomba – lomba menyimpan uangnya di bank, melainkan himbauan untuk “meningkatkan terus TRANSAKSI”.
Bukan tanpa alasan, meningkatkan transaksi sama artinya dengan meningkatkan komisi yang diperoleh oleh bank tersebut, sebut saja bank bisa untung dari biaya admin pembayaran tagihan rutin bulanan, pulsa, dan macam – macam bentuk pembayaran tagihan para nasabahnya.
Tahun 2014, bulan april, majalah SWA menulis cover majalahnya dengan judul “Gelombang Cashless Society – Pertarungan Mobile Banking & Digital Money, berebut transaksi 8000 T Transaksi Konsumen & 250 T Dana Dibawah Bantal” Nah loh, ini bukan uang receh ternyata…
Itulah kenapa fungsi dan peran bank itu sendiri sudah bergeser, hari ini masyarakat tanpa sadar sudah digiring ke sebuah trend gaya hidup yang mengganggap bank bukan lagi sebagai tempat menyimpan uang tetapi bank menjadi sebuah lembaga keuangan yang boleh dikatakan “one stop shopping”, terbukti saat ini beberapa bank memiliki toko online sebut saja blibli.com, lojai.com misalnya.
Pertanyaannya, selama ini uangnya lari kemana? Siapa yang nikmatin? Kerajaan bisnis siapa yang sedang kita besarkan? Ironisnya industri perBankan di Indonesia khususnya, sahamnya sudah didominasi oleh pihak asing. Selama ini mungkin kita cuek, gak peduli, gak ngurusin, mangkanya gak kebagian, hehe ^_^
Kita kembali ke digital payment, di negara China sendiri, AliPay sebagai e money keluaran perusahaan start up Alibaba yang di komandani oleh Jack Ma, telah di gunakan secara universal sebagai pengganti pembayaran non tunai di banyak merchant.
Di Indonesia sendiri Anda boleh perhatikan, di banyak merchant bahkan warung nasi pecel lele pinggir jalan, mulai terpampang sebuah stiker payment QR Code dari OVO, ehm.. mungkin Anda juga salah satu “korban” digital payment ini. Canggih tenan ya zaman now.
Jauh – jauh hari saat sebagian besar orang belum tahu cara menggunakan internet, Jeff Bezos sudah mulai menggarap Amazon.com dan hari ini Bezos telah menggeser posisi Bill Gates sebagai orang terkaya di dunia.
Jauh – jauh hari sebelum orang sadar betul potensi marketplace, Jack Ma mulai merintis Alibaba.com tanpa di gaji sepeser pun, dan hari ini ia menjadi salah satu konglomerat di China.
Bukan hanya prestasi, di era distrupsi ini posisi Anda juga bisa menentukan perolehan komisi. Siap eksekusi? Jangan putuskan dulu sebelum Anda tahu caranya DISINI