“Apa yang akan Anda lakukan jika saat ini Anda berada di tengah – tengah aliran arus air yang sangat kuat mendorong Anda?” Pilihannya saat itu mungkin hanya ada dua, ikut aliran arus atau Anda melawan arus, mana yang akan Anda pilih?

Kalau Anda memilih mengikuti aliran arus maka Anda akan hanyut terbawa arus dan tidak tahu akan terdampar dimana, sedangkan kalau Anda mencoba melawan arus, mungkin Anda mampu bertahan awalnya, tapi berapa lama Anda sanggup bertahan? Setelah kehabisan tenaga mungkin Anda pun akan terseret arus juga akhirnya, kecuali ikan salmon yang suka banget ngelawan arus. hehe..

Saat ini mau gak mau, suka gak suka “arus” perkembangan teknologi digital sedang menghampiri kita terus dan terus berkembang secara cepat. Teknologi digital bisa mendekatkan yang jauh tapi juga bisa menjauhkan yang dekat, Setuju atau setuju banget?

Seandainya kita memilih untuk bersikap melawan arus, maka konsekuensi yang terjadi adalah kita mungkin akan menjadi manusia yang ketinggalan zaman karena tidak bisa beradaptasi dengan perubahan.

Tetapi kalau kita memilih untuk ikut arus (perkembangan), maka kita perlu tahu bahwa “tidak semua air pasti mengalir ke laut” artinya, kita perlu faham ada (potensi) maslahat dan ada (potensi) mudaratnya. Kenapa potensi? Perumpamaannya seperti sebuah pisau, persoalannya bukan pada bendanya yang tajam, tetapi persoalan sesungguhnya ada di si pengguna pisau itu sendiri.

Begitu juga dengan teknologi digital, betul ada potensi mudarat yang mungkin akan “merampas” fitrah manusia khususnya anak – anak yang belum “sempurna” akalnya membedakan antara baik dan tidak baik, tetapi jangan lupa, teknologi digital juga bisa menjadi alternatif belajar bagi anak – anak. Ingat ya, A-L-T-E-R-N-A-T-I-F, artinya bukan satu – satunya apalagi sampai “menggantikan” peran orang tua.

Dengan berat hati, semoga bisa diterima dengan lapang dada, diantara banyak efek positif perkembangan teknologi, orang tualah yang paling bertanggung jawab terhadap efek negatif yang mungkin ditimbulkan.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Disinilah peran dari Digital Parenting atau pola pengasuhan orang tua disesuaikan dengan kebiasaan anak menggunakan gadget atau perangkat digital.

Garis besar dalam Digital Parenting adalah memberikan batasan yang jelas kepada anak tentang hal – hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat menggunakan gadget atau perangkat digital.

Sebelum orang tua memutuskan memberikan anak perangkat digital sebaiknya ajak anak bicara kemudian dibuat sebuah agreement (kesepakatan) dahulu.

Dalam Digital Parenting, hal utama adalah orang tua harus memahami kapan waktu yang tepat untuk memberikan gadget pada anak. Kira – kira kapan ya?

Kesimpulannya, dengan dorongan “arus” perkembangan teknologi yang semakin massive ini, yang perlu orang tua lakukan adalah belajar “berenang” (always learn and open mind), karena hanya mereka yang bisa berenanglah yang relatif lebih siap dan tahu kapan harus melawan dan kapan harus mengikuti arus. Gaptek boleh tapi tidak untuk dipelihara 🙂

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *