• Home
  • RUU KUHP, Rakyat Sejahtera Atau Sengsara?

Ramainya pemberitaan seputar RUU KUHP 2022 dengan segala polemiknya membuat jiwa kebodohan dan ke-kepo-an saya meronta-ronta, hehe..

Maklum diri ini masih pemula di dunia ilmu hukum tapi alhamdulillah Allah masih terus memberi semangat belajar yang tak pernah padam.

Teringat nasehat motivator yang pernah saya dengar, manusia harus punya sikap mental selalu merasa hijau alias terus bertumbuh, karena kalau kita sudah merasa matang maka tinggal tunggu saatnya membusuk”.

Bersama rekan senior LBH, alumnus & mahasiswa Fakultas Hukum Untirta

Perkembangan ilmu hukum yang dinamis dengan aneka perangkat aturannya yang perlu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di era kekinian (hukum positif).

Baca Juga: Berubah Atau Punah?

Ceritanya tanggal 20 Juli 2022 lalu saya menghadiri “Seminar Nasional RUU KUHP, Rakyat Sejahtera atau Sengsara?” yang diselenggarakan oleh Tirtayasa Moot Court Community (TMCC) Universitas Tirtayasa.

Acara yang menghadirkan narasumber yang merupakan para pakar di bidangnya, mulai dari akademisi hingga Hakim Agung Mahkamah Agung (MA).

Sebetulnya ada apa dengan KUHP kita saat ini sampai-sampai harus di ganti dengan RUU KUHP 2022 yang dinilai memiliki pasal-pasal kontroversial di dalamnya?. Yang namanya perubahan itu tidak selalu disambut baik, tapi adakalanya kita memang harus berubah karena tuntutan zaman dan kebutuhan.

Saya yang masih newbie dengan segala keterbatasan daya tangkap saya selama pemaparan seminar berlangsung menangkap sebuah point penting dari salah satu narasumber, yaitu KUHP yang kita gunakan saat ini memiliki sejarah panjang yang merupakan warisan hukum yang bukan berasal dari nilai-nilai, norma, budaya masyarakat yang berkembang di Indonesia sehingga terdapat pasal-pasal, kaidah-kaidah, aturan-aturan yang tidak bisa mengakomodir seluruh kebutuhan hukum yang ada di masyarakat Indonesia.

Sebagai contoh, salah satu pasal yang mengatur tentang zina atau hubungan badan antara dua sejoli tanpa ikatan pernikahan yang sah.

Dalam hal ini karena sumber KUHP yang berlaku saat ini berasal dari budaya yang berkembang dalam hukum barat, maka perangkat hukum kita mengalami kesulitan dalam menegakan (tidak totalitas) pelanggaran yang diduga sebagai perzinahan karena dalam hukum barat hubungan tanpa menikah itu sesuatu yang lumrah.

Masalahnya dimana? Sebagai orang timur tentunya masyarakat sepakat bahwa “kumpul kebo” merupakan aktivitas yang tidak terpuji, mungkin sebagian ada yang mengutuk, membully pelaku zina, bahkan konon di negara barat yang melegalkan sex bebas pun memandang sebelah mata seorang artis/aktor film panas.

Namun KUHP Pasal 284 Ayat 1 yang mengatur tentang perzinahan ini mengkategorikan perbuatan tersebut sebagai delik aduan yang absolut, yang artinya tidak dapat dituntut apabila tidak ada pengaduan dari pihak pasangan sah yang dirugikan. Bahasa hukumnya ya nafsi-nafsi aja alias masing-masing aja, gak Indonesia banget kalau gini 🙂

Pertanyaanya kenapa tidak bisa totalitas, padahal aktivitas “kumpul kebo” secara moral, agama dan budaya ketimuran merupakan aktivitas yang tercela?

Hal ini karena KUHP saat ini menganut asas legalitas (Nullum Crimen, Nulla Poena Sine Praevia Lege Ponalis) yang artinya tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam undang-undang”.

Atau dalam bahasa sederhananya, kalau perbuatan asosial itu tidak diatur dalam undang-undang maka itu bukanlah sebuah kejahatan yang dapat dihukum.

Contoh, jika ada sebuah perbuatan jenis A telah dinyatakan oleh undang-undang merupakan kategori kejahatan, namun ketika A berkembang menjadi B, maka perbuatan jenis B itu tidak bisa dihukum dengan alasan bahwa B belum diatur dalam undang-undang.

Baca Juga: Bui Undercover

Oleh karenanya, semangat menyuarakan RUU KUHP 2022 ini menjadi perhatian dalam penegakan hukum di negara Indonesia.

Betul bahwa ada pasal-pasal kontroversial yang kedengarannya penuh ketidakadilan bahkan dianggap bertentangan dengan konstitusi negara, namun itulah produk hukum manusia, tidak bisa sempurna

Jika dirasa RUU KUHP 2022 ini penting untuk disegerakan maka disahkan saja, sambil terus diperbaiki dan di evaluasi, ucap salah satu narasumber seminar yang berasal dari akademisi Untirta bapak Ferry Fathurokhman, S.H, M.H, Ph.D.

Pada akhirnya, benarlah firman Allah dalam Q.S An Nisa[4] ayat 82 yang berbunyi, “maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an bukan berasal dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”.

Mungkin tidak mudah tapi ada kalanya harus berubah, atau kita akan punah ^_^

By: Rizal Muharam – Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Terbuka & Paralegal

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *