Tulisan yang sekarang Anda baca ditulis dari ketinggian 36.000 kaki diatas permukaan laut. Ada sebuah kisah dalam perjalanan berlibur dari Jakarta menuju Batam – Singapura yang ingin saya share kan kepada sahabat semua, siap simak?

Pesawat yang pagi ini membawa saya dan keluarga terbang menuju bandara Hang Nadim ini berdiri tahun 2003, merupakan maskapai penerbangan kelas midle up salah satu yang cukup diminati di Indonesia.

Dari beberapa maskapai yang pernah saya tahu, selain Garuda Indonesia, Air Asia dan Citilink, maskapai ini juga menerapkan strategi cross selling kepada para penumpangnya.

Lihat, foto diatas salah satu yang berhasil saya abadikan di tengah ketinggian 36.000 feet di tengah cuaca yang kurang bersahabat.

Mereka bukan sales atau pengamen, mereka pramugari dan pramugara maskapai yang namanya sama dengan sebuah legenda kerjaan besar dari pulau Sumatra, sebut saja Sriwijaya Air #MemangNamaSebenarnya hohoo ^,^

Yang menarik perhatian saya adalah, disaat penerbangan sudah mulai tenang, mereka mulai menawarkan beberapa item dagangan seperti parfum, asesoris, kaos, pernak pernik yang terbilang unik.

Sebelum mereka “gelar lapak”, awak kabin terlebih dahulu menginformasikan bahwa di belakang kursi penumpang terdapat majalah/katalog produk yang akan pramugari dan pramugara tawarkan.

Sambil menunggu pramugari dan pramugaranya berkeliling menawarkan dagangan, penumpang bisa sambil melihat – lihat katalog yang terdapat di kursi belakang penumpang.. #eaaa di pila di pilih #GakGituJuga

Strategi inilah yang banyak pakar pemasaran sebut sebagai metode cross selling, tujuan intinya untuk menaikan omzet penjualan (up selling).

Maskapai tersebut tidak membatasi keuntungan perusahaan dari penjualan tiket pesawat saja tetapi juga dari item – item yang mungkin menarik perhatian bagi para penumpang.

Tidak ada transaksi tanpa penawaran, itu salah satu hukum pemasaran yang mendasar. Pemandangan serupa (cross selling) juga bisa kita temukan di restoran cepat saji seperti K*C, M*D, dan sejenisnya.

Pramusaji biasanya menawarkan paket promo atau varian menu baru untuk menaikan jumlah order pesanan pembeli. Yang awalnya cuma mau makan tok, karena ditawarkan akhirnya tambah beli cemilan, apalagi dengan bahasa penawaran “lagi promo kak”, “cuma tambah sekian ribu kak”, “dapet hadiah langsung CD kompilasi Indonesian Idol kak”. 😅😅

Sebelum Anda lanjutkan membaca hingga akhir, tentunya kita sudah sepakat bahwa sales dan marketing adalah ujung tombak perusahaan.

Kebayang gak, tanpa divisi sales dan marketing, operasional perusahaan bisa mandeg, stok barang menumpuk, bagian accounting bisa nganggur, uang perusahaan gak “muter”, karyawan terancam gak bisa gajian akhirnya perusahaan bisa bangkrut.

Alhamdulillah beberapa waktu yang lalu atas izin Allah dan wasilah seorang rekan Nanda Awaludin, saya berkesempatan untuk berbincang empat mata dengan branch manager Perusahaan Trading & Distribution Farmasi milik BUMN salah satu yang terbesar di Indonesia.

Bukan rahasia lagi, di negara kita banyak perusahaan punya keluhan yang relatif mirip saat bercerita tentang divisi sales dan marketing.

Jumlah pelamar kerja, kinerja yang kurang kreatif dan proaktif, cenderung fobia dengan target perusahaan dll, seolah menjelaskan minimnya ketertarikan sebagian besar masyarakat kita untuk menjadi seorang praktisi penjualan.

Padahal harusnya mereka paling “bangga” dan bersyukur, karena tanpa wasilah mereka (sales force) sebuah perusahaan bisa mandeg, accounting gak ada kerjaan, ujungnya gak ada yang gajian.

Secara tidak langsung orang sales lah yang “menyelamatkan” perut banyak orang yang mengais rezeki di sebuah perusahaan.

Sudah terlampau banyak buktinya, hampir semua profesi yang ada, kalau si empunya profesi tersebut punya selling skill, biasanya cenderung lebih sukses karirnya.

Seorang dokter harus bisa menjual pelayanan dirinya kepada pasien, seorang artis harus bisa menjual penampilan dirinya saat tampil di publik, seorang penyanyi harus bisa menjual suara dan lagunya kepada pendengar, seorang karyawan biasa harus bisa menjual skillnya kepada atasannya sehingga ia bisa naik jabatan. Pantaslah seorang Dewa Selling berkata “no selling, dying!”.

Karena selling adalah ujung tombak pemasaran maka cara maskapai ini baiknya juga diterapkan oleh Anda yang berkecimpung di bidang penjualan.

Bisa jadi harga tiket pesawat yang mereka jual margin keuntungannya tipis, tetapi mereka bisa menang banyak dari cross selling produk pelengkap seperti yang diterapkan oleh maskapai ini.

Salut dengan cara maskapai “kerajaan” ini menjalankan roda bisnisnya, alhamdulillah buat saya pribadi sejatinya perjalanan terbang ini bukan sekedar melancong ke negara tetangga tetapi juga pembelajaran dari praktek nyata strategi cross selling.

By the way ada yang punya atau pernah bercita – cita jadi pramugari atau pramugara? Mereka dilatih untuk bisa menjual, bagaimana dengan kita? Mengutip pernyataan dari kang Dewa Eka Prayoga “jualan adalah aktivitas menolong orang yang DIBAYAR”.

Jualan bukan asal jualan, tapi jualan dengan tahu ilmunya, karena untuk memulai hanya perlu keberanian tetapi untuk membesarkan bukan sekedar berani tapi juga butuh ilmu.

Masih gengsi jualan? Malu dibilang sales? Sadarilah, saat Anda berkiprah di dunia penjualan, Anda adalah “juru selamat” bagi banyak keluarga dari ancaman kelaparan.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *