Bantuan Hukum dari pemerintah kepada masyarakat adalah salah satu bentuk dari hubungan hukum. Karena semenjak bergesernya paradigma dari “negara penjaga malam” yang awalnya hanya bertugas di bidang keamanan dalam negeri, kini negara menjadi pengelola kesejahteraan warga negara (bestuurzorg).
Negara memberlakukan sistem administrasi untuk memasuki wilayah privat warganya dengan tujuan menciptakan kesejahteraan bagi warganya, termasuk disini dalam hal bantuan hukum.
Menurut Sjachran Basah, dalam hukum terdapat lima fungsi dalam kaitannya dengan dengan kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut:
- Direktif: sebagai pengarah dalam membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.
- Integratif: Sebagai pembina kesatuan bangsa
- Stabilitatif: sebagai pemelihara (termasuk hasil pembangunan) serta penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
- Perfektif: sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara ataupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
- Korektif: baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan.
Untuk melaksanakan tugas pokoknya, negara dalam hal ini (penguasa) dalam mengatur urusan rakyatnya perlu sebuah perangkat hukum agar tidak terjadi kesewenang-wenangan, simpang siur atau menimbulkan keragu-raguan, itulah yang menjadi garapan Hukum Administrasi Negara (HAN).
HAN sebagai hukum yang mewujudkan tugas dari Hukum Tata Negara (HTN) yang artinya lembaga-lembaga yang telah dibentuk oleh HTN kemudian berdasarkan wewenangnya masing-masing melakukan pelbagai perbuatan, seperti membentuk peraturan (regeling), maupun perbuatan-perbuatan yang menyelesaikan suatu peristiwa konkret tertentu berupa pemberian keputusan-keputusan yang disebut sebagai ketetapan (beschikking).
Amanat konstitusi yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 28D menyebutkan bahwa, “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum” hal tersebut merupakan jaminan negara terhadap hak atas bantuan hukum dan secara luas akses terhadap keadilan merupakan hak konstitusional warga Negara.
Jika mengacu pada “Stufen Theory” Hans Kelsen yang diterjemahkan menjadi hierarki Peraturan Perundang-undangan yang berbentuk sebuah piramida, dimana Pasal 28D UUD 1945 tadi sebagai Staatsgrundgesetz yang mengatur mengenai hubungan antar negara dan warga negara, maka pelaksanaannya diatur oleh sebuah undang-undang dibawahnya (formell gesetz) yakni UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Pemerintah dalam hal ini “diamanati” oleh UUD 1945 untuk memfasilitasi hak asasi warga negaranya yang membutuhkan bantuan hukum serta mengalokasikan anggaran bantuan hukum secara cuma-cuma yang harus dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Untuk melaksanakan amanat tersebut, Pemerintah berkerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang sudah tersertifikasi.
Namun karakter Undang-Undang (UU) sifatnya masih lebih umum jika dibandingkan dengan Peraturan.
Maka dibentuklah Peraturan untuk melaksanakan suatu Undang-undang. Untuk melaksanakan amanat UU No. 16 Tahun 2011 diterbitkanlah regeling berupa PERMENKUMHAM RI (Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia) No. 3 Tahun 2021 tentang Paralegal & Pemberian Bantuan Hukum, sebagai panduan teknis pelaksanaan bantuan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan akses keadilan secara cuma-cuma.
So, jangan ragu-ragu jika Anda membutuhkan Bantuan Hukum ya sob. Semoga Allah Al Hakam, Al Hakim dan Al Ad’l senantiasa memudahkan urusan Anda, aamiin 🙂
Sumber referensi jawaban:
- Ebook Hukum & Pendidikan Paralegal Di Indonesia
- BMP ADPU4332 Hukum Administrasi Negara
By: Rizal Muharam – Paralegal & Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Terbuka