• Home
  • Ancaman Pidana Pelaku Pembunuhan Berencana

Ilustrasi cerita ini hanya untuk tujuan edukasi, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian atau pun cerita, itu hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan**

“Bro Joko meminjam uang dari Feri Santo sejumlah Rp. 200 juta sejak Maret 2019. Bro Joko berjanji paling lama 1 bulan akan mengembalikannya. 3 tahun berlalu dan ternyata belum dikembalikan. Feri Santo kesal dan berniat membunuh bro Joko, lalu rencana tersebut disampaikan kepada ajudannya yaitu Bruder Eko. Feri Santo meminta Bruder Eko untuk membunuh Bro Joko dengan menjanjikan imbalan Rp. 20 juta dan Bruder Eko bersedia menerima tawaran Feri Santo. Bruder Eko menceritakan rencana Feri Santo kepada temannya yaitu Putra Candra dan memintanya untuk mencari informasi tentang rutinitas Bro Joko dengan memberikan imbalan uang Rp. 1 Juta kepadanya”.

“Berkat keterangan Putra Candra, Bruder Eko dapat menyusun rencananya. Lalu Bruder Eko menunggu Bro Joko di tempat yang biasa dilewatinya. Ketika Bro Joko tiba di lokasi, Bruder Eko menyerang Bro Joko hingga tidak sadarkan diri dan meninggal dunia”.

Pertanyaan: Bagaimana status masing-masing pelaku dalam contoh kasus tersebut dan bagaimana ketentuan hukum yang mengaturnya?

Jawab:

Seharusnya permasalahan utang piutang jangan sampai menjadi permasalahan yang melahirkan tindak pidana.

Karena perihal hutang piutang ketentuan hukumnya telah di muat dalam KUHPerdata.

Idelanya kasus seperti ini dapat diselesaikan secara personal secara baik-baik, jika tidak berhasil bisa menggunakan upaya legal notice (somasi), jika akhirnya pun belum membuahkan hasil bisa mengupayakan gugatan perdata dengan gugatan wanprestasi ke pengadilan negeri misalnya.

Namun adakalanya persoalan hutang piutang yang terjadi apalagi antar sesama orang dekat, biasanya tidak memiliki catatan yang bisa digunakan sebagai pembuktian dalam perkara perdata.

Mungkin pelaku kesal sampai akhirnya ‘gelap mata’ karena yang diharapkan dari korban tidak kunjung dipenuhi, akhirnya melakukan upaya kekerasan, penganiayaan hingga berakhir pembunuhan.

Dengan motif apapun, tindakan yang dilakukan oleh Feri Santo (FS), Bruder Eko (BE), dan Putra Candra (PC) terhadap Bro Joko (BJ) tidak dibenarkan secara hukum.

Kalau sudah seperti ini, rugi banyak, uang tidak kembali, jerat jeruji besi menanti para pelaku.

Pertama-tama yang perlu dilakukan ketika menemukan dugaan tindak pidana kejahatan adalah memeriksa apakah kategori kejahatan yang dimaksud telah diatur dalam Undang-undang, karena secara teori krimonologi sebuah perbuatan yang disebut dengan kejahatan, harus memenuhi 7 unsur (kumulatif), dimana salah satunya adalah tindakan asosial itu dilarang oleh undang-undang (Actus reus).

Baca Juga: Kejahatan Yang Kebal Hukum

Dalam hal pertanyaan yang dimaksud adalah dugaan tindak pidana pembunuhan, yang dijerat oleh Pasal 338 KUHPidana yang berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

Tapi dalam kasus tersebut jenis pembunuhannya adalah dugaan tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh beberapa orang pelaku secara bersama-sama, sehingga ketentuannya merujuk pada Pasal 340 KUHPidana, yang berbunyi:

“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”

Pengertian unsur adanya ‘rencana’ terlebih dahulu adalah merujuk pada rangkuman Chazami (2001: 82) sebagai syarat untuk dinyatakan terpenuhinya unsur adanya rencana terlebih dahulu, yaitu:

  1. Memutuskan kehendak dengan tenang;
  2. Adanya ketersediaan waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak;
  3. Dan pelaksanaan kehendak (perbuatan) itu dalam suasana tenang.

Tergambar dalam alur keterangan yang disampaikan pada kronologis peristiwa dugaan tindak pidana yang melibatkan FS, BE & PC terhadap BJ.

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa subjek tindak pidana dalam peristiwa tersebut sebagai berikut:

FS & BE statusnya sebagai auctores atau urheber (Von Feurbach) sebagai subjek yang langsung berusaha menghendaki terjadinya peristiwa/tindak pidana.

PC sebagai Gehilfe (Von Feurbach) dalam hal ini sebagai subjek yang tidak langsung berusaha menghendaki terjadinya tindak pidana. Perbuatan BE dapat dijerat dengan Pasal 340 KUHPidana atas dugaan tindak pidana pembunuhan berencana.

Baca Juga: Sisi Lain Kehidupan Para Narapidana

Sedangkan FS dalam hal ini berperan sebagai “dalang” atau aktor intelektual yang menyuruh melakukan (doen plegen) pembunuhan kepada BE, dengan cara membujuk (uitlokken) dengan imbalan uang 20 juta, dan juga PC karena diduga mengetahui informasi rencana pembunuhan terhadap BJ sehingga PC terlibat memata-matai kegiatan BJ, maka dalam hal ini PC dapat diduga terlibat dalam aksi tindak pidana pembunuhan berencana (medeplegen), sehingga keduanya (FS & PC) dapat dijerat dengan Pasal 340 KUHPidana juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHPidana, yang mana berbunyi:

“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, keterangan, atau sengaja menganjurkan orang lain agar melakukan perbuatan”.

Untuk selanjutnya, apakah dugaan tersebut terbukti dilakukan oleh para pelaku secara sah & meyakinkan, maka itu adalah ranahnya wewenang pengadilan pidana.

By: Rizal Muharam – Paralegal & Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Terbuka

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *