Ditemukan sesosok jenazah, yang berdasarkan rekaman Closed Circuit Television (CCTV) nampak pelaku pembunuhan tersebut.

Diskusikan:

Apakah rekaman Closed Circuit Television (CCTV) dapat dijadikan sebagai alat bukti di persidangan dan mempunyai kekuatan pembuktian? Mengingat bahwa alat bukti dalam hukum acara pidana telah ditentukan secara limitatif pada Pasal 184 KUHAP.

Jawab:

Bismillah..

Pertama-tama yang perlu dilakukan ketika menemukan dugaan tindak pidana kejahatan adalah memeriksa apakah kategori kejahatan yang dimaksud telah diatur dalam Undang-undang atau belum diatur, karena secara teori krimonologi sebuah perbuatan yang disebut dengan kejahatan, harus memenuhi 7 unsur (kumulatif), dimana salah satunya adalah tindakan asosial itu dilarang oleh undang-undang.

Dalam hal pertanyaan yang dimaksud adalah dugaan tindak pidana yang terjadi adalah pembunuhan, dimana pembunuhan adalah jenis tindak pidana yang dijerat oleh pasal 338 KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

Selanjutnya untuk membuat peristiwa tersebut menjadi terang benderang, maka dilakukanlah serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan oleh pihak kepolisian, seperti misalnya olah tempat kejadian perkara, saksi-saksi terkait dan alat-alat bukti yang bisa digunakan untuk “menjelaskan” peristiwa tersebut. Pihak penyidik memerlukan serangkaian alat bukti guna membuat peristiwa dugaan tindak pidana itu menjadi jelas. Minimal diperoleh 2 alat bukti.

Sebagaimana jenis-jenis alat bukti yang diatur dalam KUHAP Pasal 184:

a. Keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa

Bukti permulaan yang tersedia salah satunya adalah hasil rekaman CCTV. Dalam Undang – Undang disebutkan secara global tentang informasi elektronik dan sistem elektronik, seperti yang tertuang dalam UU No. 19 Tahun 2016,

Pasal 1 Ayat 1:

“Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”.

Pasal 1 Ayat 4:

“Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”.

Pasal 1 Ayat 5:

“Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik”.

CCTV bisa digunakan sebagai alat bukti pada proses penyidikan, penuntutan serta persidangan sesuai ketentuan dalam UU No. 11 Tahun 2008 atau UU ITE. Menurut UU ITE suatu informasi elektronik atau dokumen elektronik dapat dinyatakan sah menjadi alat bukti, jika menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang mengatur dalam UU ITE, yaitu sistem elektronik yang andal, aman dan memenuhi persyaratan. Pasal yang secara spesifik menyebutkannya adalah Pasal 5 Ayat 1 dan 2, yang berbunyi:

  1. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
  2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Kesimpulannya, CCTV termasuk dalam kategori alat bukti (perluasan) yang disebutkan dan diakui oleh UU sepanjang syarat dan ketentuannya terpenuhi seperti dapat dijamin originalitasnya seperti yang tertuang dalam Pasal 6 UU ITE, yakni “informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang infromasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan”.

Dan untuk menjamin keutuhannya informasi elektroniknya, dibutuhkan peran/pernyataan dari tenaga ahli (sejenis tenaga ahli digital forensik atau ahli IT).

Sumber:
www.dpr.go.id
BMP SOSI4302 Teori Kriminologi
UU ITE (UU No. 11 Tahun 2008 dan Perubahannya UU No. 19 Tahun 2016)

Jawaban atas pertanyaan di atas bernilai 98!

Disclaimer!

“Postingan ini bukan merupakan rujukan informasi hukum positif yang sempurna, namun jawaban atas pertanyaan ini telah dinilai oleh dosen mata kuliah Sistem Hukum Indonesia”.

By: Rizal Muharam – Paralegal & Mahasiswa Ilmu Hukum FHISIP Universitas Terbuka

 

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *