Gangguan kesehatan mata, susah tidur, sulit konsentrasi, menurunnya prestasi belajar, perkembangan fisik Anak yang tidak sesuai harapan, kurang pergaulan, terlambat bicara, adalah masalah – masalah yang biasanya sering muncul akibat kecanduan game online.

Kecanduan ‘ML’ (mobile legend) atau game online secara umum yang berasal dari perangkat digital seolah menjadi pemandangan yang lumrah khususnya di kalangan anak jaman now. Tapi tidak ada asap kalau tidak api, tidak ada sebuah akibat tanpa sebuah sebab.

Apa yang menjadi penyebab sebagian besar Anak kecanduan game online?

Menurut ustadz Salim A. Fillah, “Kelebihan” game online atau perangkat digital secara umum adalah responsif, disentuh sedikit langsung respon, berbeda dengan banyak orang tua yang kurang responsif, yang saat anaknya memanggil – manggil agak loading responnya.

Bahkan ada jenis orang tua yang seolah “harus” melihat/mendengar anaknya merengek dulu, baru orang tuanya tergerak untuk merespon.

Di tambah lagi ada salah satu “virus” baru yang mewabah di kalangan para orang tua, tidak mematikan tapi biasanya menular dan bisa menggagu keharmonisan hubungan pasangan, orang tua dan anaknya. Kira – kira virus apa ya? Ada yang tahu?

Guru saya bilang, virus sarden. Tahu ikan sarden? Pernah makan ikan sarden? Pertanyaanya kepala ikannya kemana? Pernah makan ikan sarden sama kepalanya? Gak pernah toh.. hehe..

Sesuai dengan namanya, virus sarden, orang tua yang terkena dampak virus ini, seringkali fisiknya hadir tapi kepalanya (baca: pikirannya) kemana – mana, mungkin ke gadgetnya hehe..

Ciri – cirinya, walau badannya diam tapi jempolnya goyang, suka lupa waktu, suka tiba – tiba tersenyum sendiri, agak kurang peka sama hal yang terjadi di sekelilingnya, emm.. kira – kira mirip siapa ya? Hehe..

Well, bagaimana pun, orang tua adalah sekolah pertama untuk anak – anaknya, kalau boleh jujur kenapa anak – anak bisa kecanduan game online? Siapa yang kasih gadgetnya? Siapa yang kasih kuota/koneksi wifi dirumah?. Lantas, apa yang harus dilakukan orang tua?

1. Siapkan Permainan Yang Seru

Menurut bunda Ely Risman, S.Psi seorang pemerhati parenting dari yayasan kita & buah hati mengatakan, anak – anak khususnya di fase golden age membutuhkan attachment (kelekatan) dengan orang tuanya.

Sehingga sangat mungkin terjadi, perilaku anak yang kecanduan game online hanyalah bentuk pelampiasan anak terhadap perilaku orang tuanya yang kurang responsif atau kurang bisa mengakomodir kebutuhan sang anak. Tentu saja, beda anak beda perlakuan. Kenali apa yang menjadi keunikan orang – orang disekitar Anda.

2. Berikan Gadget Sesuai Kebutuhan

Tidak sedikit orang tua yang merasa mampu untuk memberikan perangkat digital kepada anaknya dengan dalih komunikasi. Setuju sekali bahwa komunikasi sangat penting tapi haruskah anak yang belum cukup umur diberikan smartphone?

Rasa – rasanya 10 – 20 tahun lalu, para orang tua membesarkan kita tanpa “bantuan” smartphone, lantas hari ini, kenapa kita seolah jadi bermasalah tanpa smartphone?

Ustadz Budi Ashari, Lc mengatakan ada saatnya anak boleh ‘diwariskan’ perangkat digital, rujukannya QS. An Nisa (4): 5 – 6. Link ceramahnya klik DISINI.

3. Buat Kesepakatan Yang Jelas

Sahabat saya seorang psikolog memberikan tips, apabila kita sebagai orang tua memang harus, maka komunikasikan dengan anak durasi waktu yang orang tua perlukan untuk “bercengkrama” dengan gadget, sehingga anak belajar untuk menghargai & komitmen dengan kesepakatan yang telah dibuat dan tidak merasa di nomor duakan.

4. Berikan Contoh Yang Baik

Keteladanan jauh lebih penting daripada sekedar ucapan. Mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Tokoh Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara: Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani yang artinya di depan memberikan teladan, di tengah memberikan bimbingan, di belakang memberikan dorongan

5. Pilihkan Aplikasi Yang Positif (Solusi Terakhir)

Betul, ada potensi negatif yang akan “merampas” hak anak – anak, tetapi jangan lupa, gadget juga bisa menjadi sarana belajar anak di era digital.

Sejatinya perangkat digital itu seperti sebuah pisau, persoalannya bukan pada bendanya yang tajam, tetapi persoalannya ada di sisi pengguna pisau itu sendiri.

Yang harus orang tua pahami adalah media digital bukan untuk pengganti “peran orang tua”. Miliki kesepatakan bersama, monitor pelaksanannya, konsisten menerapkan konsekuensi, dan memberikan apresiasi atas keberhasilan anak dalam menjalankan kesepakatan.

Ohya, sebelum Anda share tulisan ini, saya punya hadiah untuk Anda yang sudah berkunjung ke laman ini, saya mau bagikan secara gratis ebook yang berjudul “Internet Aman” dari kementrian pendidikan & kebudayaan, yang bisa Anda dapatkan DISINI.

Semoga bermanfaat ya ^_^

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *