Siapa disini yang mampir gara-gara baca judulnya? Cung!
Lagi punya permasalahan hukum kah?
Tenang, selama statusnya manusia hidup pasti akan ketemu sama masalah.
Ups kata ‘masalah’ kok kedengarannya negatif ya, gimana kalau kita ganti jadi ‘pancingan’?
Kok pancingan? Emang mancing mania? Hehe.. Hakikatnya masalah itu ada sebagai “alarm”, ada sesuatu yang keliru dalam hidup kita atau memang yang Maha Menyayangi Anda lagi mau menghapus dosa atau menaikan derajat Anda. See?
Jadi masalah itu sebenernya masalah gak? Gak salah, masalah itu gak ada, yang ada itu ‘pancingan’, pancingan untuk mengeluarkan potensi kebaikan yang selama ini terpendam.
Seorang yang pernah mengalami ujian dan lulus, akhirnya muncul sisi bijaksananya, tambah pengalamannya, ditambah karunianya, makin dewasa dan lebih arif setelahnya.
Artinya, ia bertumbuh sebagai pribadi yang lebih baik. Jadi sepakat gak kalau masalah itu bukan sesuatu yang negatif yang selama ini diyakini melainkan itu sebagai pancingan untuk mengeluarkan sisi terbaik dari diri kita? Sepakat ya ya ya, please dong sepakat… #maksa hehe..
Katanya cuma orang mati yang gak punya masalah, eh siapa bilang, orang mati juga bakal kena “audit” sama malaikat penjaga alam kubur.
Btw, bukan cuma manusia yang dikasih “pancingan”, Nabi & Rasul pun dikasih ujian. Dan kesuksesan mereka melalui ujian, diabadikan kisahnya dalam kitab suci sebagai teladan berkehidupan manusia dari masa ke masa, Nabi Ibrahim a.s, Nabi Yusuf a.s. dan Nabi Yunus a.s., contohnya.
Salah satu kisah favorit saya adalah kisah Nabi Yunus a.s., kenal kan? Hah kenal Nabi Yunus? Eh ciyus ah kenal, tahu kali ya maksudnya bukan kenal hehe..
Nabi Yunus a.s. yang dikenal dengan kisah tragisnya menjadi “santapan” empuk ikan Nun (sejenis ikan paus) merupakan kisah yang penuh inspirasi dan tentunya solusi.
Sebelum lanjut, supaya bertabur pahala insya Allah, ada baiknya ikhwah fillah sambil membuka mushaf atau aplikasi Al-Qur’an di gadgetnya lalu menuju ke QS. As-Saffat[37]: 139 – 148.
Dan saya minta izin dulu kalau penyampaian kisah ini akan menggunakan istilah, analogi dan terminologi hukum ya.
Tahukah Anda apa yang membuat Nabi Yunus a.s. ditelan ikan Nun? Yang jelas bukan karena ikannya udah sebulan ga makan, atau Nabi Yunus iseng lompat ke samudra karena mau surfing ya, hehe..
Dalam sebuah riwayat singkat diceritakan bahwa Nabi Yunus ketika itu ditugaskan Allah untuk mendakwahi kaumnya.
Namun kaumnya itu tetap angel, bebel, ngeyel bahasa kekiniannya. Nabi Yunus dalam keadaan marah memutuskan hijrah berdakwah ke tempat lain.
Akhirnya Nabi Yunus melakukan perjalanan pada malam hari menggunakan bahtera melintasi lautan luas.
Ditengah perjalanan melintasi lautan ada sebuah insiden yang membuat kapal oleng.
Seluruh penumpang dan awal kapal memutuskan untuk membuang perbekalan ke laut agar kapal tidak tenggelam karena kelebihan beban muatan.
Namun sayangnya hal itu tidak membuat posisi kapal menjadi stabil alias suasana semakin mencekam (makin bermasalah).
Akhirnya pemimpin perjalanan itu meyakini kalau Tuhan sedang marah, ada penumpang yang diduga membawa beban dosa yang ikut dalam perjalanan.
Lalu pemimpin perjalanan bersama dengan seluruh penumpang dan awak kapal bersepakat untuk mengundi, siapa yang namanya keluar dalam undian tersebut maka dia lah yang menjadi tersangka (pelaku dosa) dan harus terjun ke lautan luas.
Subhanallah.. Bukan main, ternyata nama yang keluar adalah nama Nabi Yunus a.s., namun tidak ada yang percaya kalau orang sebaik seshalih nabi Yunus itu dituduh sebagai kaum pendosa yang menyebabkan kapal oleng.
Akhirnya dilakukan pengocokan ulang, dan lagi-lagi nama Nabi Yunus a.s. yang keluar, hingga tiga kali berturut-turut selalu nama Nabi Yunus lagi yang keluar.
Akhirnya Nabi Yunus a.s. mengalah & memberanikan diri untuk melompat ke dalam lautan luas, kondisi badai dan kondisi gelap gulita (malam).
Ringkas cerita, Nabi Yunus a.s. ditelan ikan besar, kondisi gelap malam, lalu ikan itu menyelam ke dasar lautan yang paling dalam.
Subhanallah.. 3 kegelapan sekaligus, bahasa kitanya, sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah masuk “penjara”, lalu disusul masalah-masalah berikutnya..
Yang tidak kalah menarik untuk dibahas adalah, apa yang Nabi Yunus a.s. lakukan ketika ia terpenjara dalam perut ikan?
Sekilas info, “ancaman pidana” yang menjerat Nabi Yunus a.s. adalah pidana “penjara seumur hidup”, perhatikan bunyi ancaman “pasal” yang menjerat Nabi mulia ini;
فَلَوْلَاۤ اَنَّهٗ كَا نَ مِنَ الْمُسَبِّحِيْنَ
“Maka sekiranya dia tidak termasuk orang yang banyak berzikir (bertasbih) kepada Allah,”
(QS. As-Saffat 37: Ayat 143)
لَلَبِثَ فِيْ بَطْنِهٖۤ اِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ
“niscaya dia akan tetap tinggal di perut (ikan itu) sampai hari Berbangkit.”
(QS. As-Saffat 37: Ayat 144)
Namun Nabi Yunus a.s. akhirnya memperoleh remisi (pengurangan hukuman), karena apa?
Boleh teruskan membaca hingga akhir ya.
Manusia biasa seperti kita secara logis akan panik, khawatir, sehingga berpikir untuk mencari jalan keluar sebelum usus ikan tersebut mengoyak-oyak anggota tubuh kita, betul? Itulah bedanya kita sama Nabi Allah.
Bukannya fokus ke solusi seperti berusaha untuk menusuk, memukul, atau berupaya merobek perut ikan paus itu, tapi Nabi Yunus a.s. malah fokus berdoa, bermuhasabah dan beristighfar, introspeksi diri yang kalimat doanya Allah abadikan dalam QS. Al-Anbiya Ayat 87.
وَ ذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَا ضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّـقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَا دٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّاۤ اِلٰهَ اِلَّاۤ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, “Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.”
(QS. Al-Anbiya 21: 87)
Masya Allah.. Mari kita bedah ayat 87 ini, disinilah letak solusi itu, bukan berasal dari pertolongan mahluk, kecerdasan pengetahuan atau networking yang kita miliki.
Lagi pula sehebat-hebatnya keilmuan dan pengalaman manusia, dalam kondisi panik, sulit baginya berpikir jernih, dan siapa yang bisa jernih berpikir jika ditelan ikan besar atau tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan?
Ikhwah fillah yang dirahmati Allah, mengapa Nabi Yunus a.s. fokus introspeksi diri dengan doa itu?
Masih ingatkah ketia ia pergi meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah? Sisi manusiawinya Nabi Yunus a.s. merasa kesal dengan kaumnya yang tidak mau berubah dan mengikuti seruannya.
Maklum, dari 33 tahun lamanya beliau berdakwah, hanya ada 2 orang yang mau mengikuti seruannya. Sisanya tetap angel, bebel bin ngeyel 🙁
Sayangnya Nabi Yunus a.s. bukan sedang berperan sebagai pebisnis MLM yang ketika mendapat penolakan bisa bergegas melakukan prospek di tempat lain.
Nabi Yunus a.s. adalah seorang Nabi & Rasul yang tupoksinya adalah berdakwah di kalangan terbatas, yaitu hanya untuk kaumnya saja, yakni kaum Ninawa.
Sehingga kalimat pembuka dalam doa itu berbunyi, “Tiada Tuhan selain Engkau…”. Tanpa disadari saat itu Nabi Yunus a.s. mengambil posisi sebagai “Tuhan”.
Maksudnya adalah hidayah itu milik Allah, tugas hambaNya hanya menyampaikan, ikut alhamdulillah, ga ikut ya sudahlah, no tendention.
Nabi Yunus a.s. yang seorang manusia tidak sadar bahwa ia telah melakukan “tindak pidana” (kekeliruan) dengan merasa dari seruannya, dakwahnya, teknik marketingnya, teknik persuasinya, ikhtiarnya bisa mengubah kaumnya.
Perhatikan ayat setelahnya yaitu ayat 88,
فَا سْتَجَبْنَا لَهٗ ۙ وَنَجَّيْنٰهُ مِنَ الْـغَمِّ ۗ وَكَذٰلِكَ نُـنْجِى الْمُؤْمِنِيْنَ
“Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.”
Selepas Nabi Yunus menjalani masa tahanan 40 hari, Allah perkenankan doanya, Allah bebaskan beliau dan Allah hadiahkan nikmat berupa kaumnya sebanyak 1000 orang lebih yang akhirnya mau menerima dakwah Nabi Yunus a.s.
Sahabat yang dirahmati Allah yang mungkin saat ini sedang dirundung masalah, barusan kita membahas kisah siapa? Kisah siapa? Siapa? Bukan, kisah tadi bukan kisah Nabi Yunus, bukan.
Kisah tadi sebenarnya adalah cerminan dari kehidupan kita. Anda yang mungkin saat ini sedang menghadapi kesulitan hidup, apa pun, hutang tak terbayar, keluarga tidak harmonis, bisnis tak kunjung hasil, difitnah, didzolimi atau punya persoalan hukum, itu semua sejatinya adalah “penjara” kehidupan, selamat karena Anda sedang disayang olehNya agar mau kembali kepadaNya.
Sebelum Anda berpikir solusi atau mencari pertolongan mahluk, berharap keringanan vonis, perlindungan hukum, intervensi pejabat tinggi, atau bantuan kuasa hukum sekali pun.
Ingatlah bahwa manusia tidak disetting untuk menyelesaikan masalahnya sendirian, melainkan bersama Allah.
Solusi penyelesaian tetap dibutuhkan sebagai ikhtiar namun lakukan setelah Anda “berkonsultasi” kepada Kuasa Hidup Anda, yakni Allah Azza Wa Jalla.
Teringat ucapan guru kehidupan saya (HA) yang pernah difitnah, dikriminalisasi selama 365 hari di Rumah Tahanan (Rutan) Serang.
Ketika saya bertanya kepada beliau mengapa tidak meminta pertolongan kepada jaringan pertemanan dengan para petinggi di kejaksaan dan di kepolisian saja?
Masya Allah guru saya yang paham kisah teladan Nabi Yunus a.s. itu berkata, “tidak, ini karena dosa-dosa saya di masa lalu, saya ridho”. Semoga Allah senantiasa menjaga dan merahmati beliau.
Jangan hanya fokus gelar perkara, namun lupa gelar sejadah. Jangan hanya sibuk mencari pertolongan penguasa namun mengabaikan hak Penguasa hidup Anda.
Dan jangan hanya sibuk mencari jawaban pembelaan agar memperoleh pengampunan/keringanan hukuman namun lupa mencari jalan pengampunan atas dosa-dosa yang pernah dilakukan.
“Kalau murid masih belum benar menjawab soal ujian yang diberikan gurunya, maka soal (ujian) itu akan terus berulang, sampai kapan? Sampai murid bisa menjawab dengan benar”.
Artinya meski berusaha untuk menghindari ujian yang datang, esok lusa dilain kesempatan, ujian itu akan datang lagi mungkin dengan wajah yang berbeda.
Dan fitrahnya ujian itu harus diselesaikan dengan ketenangan, masih ingat kah kita dengan kalimat ini, “harap tenang, sedang ada ujian”?
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اِنَّ الَّذِيْنَ قَا لُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَا مُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰٓئِكَةُ اَ لَّا تَخَا فُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَ بْشِرُوْا بِا لْجَـنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.””
(QS. Fussilat 41: 30)
نَحْنُ اَوْلِيٰۤـؤُکُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْاٰ خِرَةِ ۚ وَلَـكُمْ فِيْهَا مَا تَشْتَهِيْۤ اَنْفُسُكُمْ وَلَـكُمْ فِيْهَا مَا تَدَّعُوْنَ
“Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta.”
(QS. Fussilat 41: 31)
نُزُلًا مِّنْ غَفُوْرٍ رَّحِيْمٍ
“Sebagai penghormatan (bagimu) dari (Allah) Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
(QS. Fussilat 41: 32)
Maka jadikan bantuan mahluk itu sebagai wasilah bukan ‘ilah’ (berhala).
Tetap upayakan ikhtiar iman maksimal Anda, namun jangan berpikir bahwa ikhtiar itu sebagai ‘Tuhan’.
Seperti ikhtiarnya Sayyidah Hajar yang melakukan sa’i shofa marwa 7x dengan berharap pertolongan Tuhannya.
Allah dulu, Allah lagi, Allah teruuuusss.
Wallahu a’lam bishowab