Sebagai orang yang hidup di zaman now, rasanya tidak mungkin kalau tidak berhubungan sama sekali dengan gadget khususnya smartphone.
Smartphone mirip seperti pisau, masalahnya bukan ada pada bendanya yang tajam melainkan siapa yang menggunakannya? Dan untuk tujuan apa? Sepakat?
So, digital parenting bukanlah tentang bagaimana cara blokir memblokir atau tidak boleh menggunakan perangkat digital sama sekali.
Melainkan konsep digital parenting adalah sejatinya memberikan batasan yang jelas dari orang tua terhadap anak yang bermain perangkat digital sesuai dengan perkembangan usianya.
Namun perlu orang tua sadari, karakter anak zaman now yang kritis, blak – blakan, dan senang dengan hal baru membuat mereka seolah ‘kebal’ nasihat dan tidak menyukai himbauan yang sifatnya perintah.
Pepatah sunda populer mengatakan “laukna beunang caina herang” yang artinya kurang lebih orang tua tetap bisa mencapai tujuannya tanpa menimbulkan akibat buruk terhadap si anak.
Maka orang tua perlu melakukan pendekatan yang lebih soft agar si anak tidak merasa orang tuanya mengintimidasi yang ujungnya malah berdampak pada ketidak harmonisan hubungan emosi antara orang tua dan anak.
Bagaimana caranya? Praktisi parenting Najeela Shihab bersama KumparanMOM memberikan dua pendekatan yaitu melalui refleksi pengalaman atau menyatakan observasi daripada interogasi.
Contoh saat orang tua menjelaskan dampak kurang baik akibat berlebihan menggunakan gadget. Anda bisa menceritakan pengalaman Anda atau pengalaman orang lain yang Anda tahu.
Jadi, alih – alih Anda mengatakan, “tuh kan, jadi perih matanya, mangkanya kalau dibilangin orang tua itu dengerin”. Akan lebih baik jika Anda mengatakan,
“Sayang, bunda juga dulu sama kayak kamu, kalau udah main hp itu seneeeengg banget. Tapi lama – lama mata bunda jadi perih dan merah, karena gak kenal waktu. Jadi dari situ bunda janji, kalau main hp cuma boleh paling lama satu jam”.
Boleh jadi cara ini akan berhasil untuk sebagian orang namun tidak cukup berdampak bagi sebagian yang lain.
Jika itu terjadi, semata – mata boleh jadi bukan karena salah caranya melainkan orang tua yang belum mengetahui ‘bahasa kasih’ sang anak.
Albert Einstein seorang jenius abad 21 pernah mengatakan, “setiap anak itu jenius. Tetapi jika menilai seekor ikan dari caranya memanjat pohon, maka seumur hidup, ia akan merasa bodoh”.
Setuju? Silahkan share jika bermanfaat.
Rizal Muharam
Screen-Free Parenting Coach